Adapun blangkon Jogja biasanya bermotif kumitir. "Tapi ada juga (blangkon) yang polos, itu menandakan kelas abdi dalem. Kalau dalam acara pernikahan, motif blangkon dan motif jarik harus sama," ujar Wahyudi. Dia menambahkan, blangkon Jogja dibentuk dengan banyak wiru atau lipatan kain. Sedangkan blangkon Solo tanpa wiru. Beskap dan Surjan
Keduanya, baik "inggih" maupun "injih" adalah benar. Keduanya merepresentasikan dari kata "ya" dalam bahasa Indonesia. Keduanya juga menunjukkan sikap akomodatif dan merefleksikan sikap hidup orang Jawa yang menjaga harmoni dan prinsip rukun. Menjunjung tinggi perasaan lawan bicaranya sehingga merasa dihormati, baik tua maupun muda.
Wiru dalam bahasa Indonesia diartikan menjadi seni melipat jarik atau kain batik. Bahkan dalam melipat kain batik pun terdapat perbedaan di antara adat Yogyakarta dan Surakarta. Pada adat Yogyakarta, garis putih yang terdapat pada ujung jarik diperlihatkan dan kadang disertai lipatan-lipatan atau disebut juga pengkolan-pengkolan.Pada wiru adat Surakarta, bagian putih tersebut justru
Blangkon Jogja adalah sejenis tutup kepala tradisional yang digunakan oleh pria di Yogyakarta, Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejarah Blangkon Jogja dan juga cara-cara yang dapat dilakukan untuk melestarikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya Jogja.
Seturut Nise Samudra Sasanti dalam "The Function and Meaning of Headdress (Blangkon and Udeng) Amid Community Social Changes" (2021:3), tidak seperti tetangga mereka di Yogyakarta yang setia memanjangkan rambut, warga Solo lebih dulu mengadopsi budaya orang-orang Belanda yang memiliki rambut pendek. Tanpa tonjolan, masyarakat Solo memiliki pemaknaan sendiri terhadap blangkon.
GVdEex.
deskripsi blangkon jogja dalam bahasa jawa